Minggu, 17 Januari 2016

penggunaan metode volumetri dalam kehidupan sehari hari



PROSEDUR PERCOBAAN MENGGUNKAN METODE ANALISIS TITRIMETRI ( METODE REDOKS) DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI.


Alat dan Bahan
1 Alat  :
-        Pipet Tetes
-        Buret & Statif
-        Elenmeyer
-        Labu Ukur
-        Beaker glass
-        Pipet Volume
-        Termometer
-        Tabung Reaksi
-        Klem
3.1.2 Bahan     :
-        Vitamin C
-        KMnO4
-        H2C2O4
-        I2
-        H2SO4
-        H2O


3.2 Prosedur Percobaan          :
            Kualitatif         :
  1. - Diambil 1 ml vitamin C didalam tabung reaksi,
- Ditambahkan 5 tetes KMnO4
- Diamati perubahan warna yang terjadi
  1. - Diambil 1 ml vitamin C didalam tabung reaksi,
- Ditambahkan 5 tetes I2
- Diamati perubahan warna yang terjadi
  1. - Diambil 5 ml asam oksalat dalam beaker glass,
- Ditambahkan 2 ml H2C2O4
- Dipanaskan hingga suhu 70ºC
- Diteteskan beberapa tetes KMnO4 0,1 N
- Diamati perubahan warna yang terjadi
Kuantitatif      :
- Diambil 10 ml H2C2Odalam labu elenmeyer
- Ditambahkan 3 ml H2SO4
- Dipanaskan pada suhu 70ºC
- Dititrasi dengan KMnO4  0,1N 
- Diamati perubahan warna yang terjadi.



                BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Pengamatan

     No
Perlakuan
Pengamatan
1.
- Kualitatif
-Reaksi antara 1 ml vitamin C   ditambah 5 tetes KMnO4
- Diamati
- Vitamin C mengalami oksidasi (pereduktor)
- KMnO4 mengalami reduksi ( pengoksidasi )
- Warna vitamin C yang semula kuning berubah jadi orange setelah penambahan 15 tetes KMnO4

-Reaksi Vitamin C 1 ml dengan 5 tetes I2

- Diamati perubahan warna yang terjadi
- Vitamin C mengalami oksidasi ( pereduktor )
- I2Mengalami reduksi ( oksidator )
- Warna Vitamin C yang semula kuning berubah menjadi orange setelah penambahan 20 tetes I2.

-Reaksi 5 ml H2C2O4 dengan H2SO4 dan dititrasi dengan KMnO4 pada suhu 70ºC
- H2C2O4 (Reduktor)
- KMnO4 ( Oksidator )
- Warna larutan sebelumnya bening, setelah dititrasi dengan KMnO4 larutan berubah warna menjadi cokelat
2.
Kuantitatif
-Reaksi 10 ml H2C2O4 dengan 3 ml H2SO4 dipanaskan pada suhu 70ºC
- Dititrasi dengan KMnO4 0,1 N hingga terjadi perubahan warna

- H2C2O4 (Reduktor)
- KMnO4 ( Oksidator )
-Terjadi perubahan warna pada penambahan 1 ml KMnO4 menjadi merah lembayung,
- H2SO4 ( Autokatalisator )
- V1.N1 = V2. N2
   I0. N1 = I. 0,1
          NIC2H2O4 = 0,01N

4.2 Reaksi

-          Vitamin C dan KMnO4

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhqYCYJyuspM_mmsDFzNkHmXf9MRPij1DxFUjyO926y2C9t8-WWSMVGebGzUB0zTRpFsHzDPvkMvNLoQTI_bK8eVA4t9f-eIl58eAwaB9RMuEdQvt0Ctq9qUcN3tlzydavM2fisS7AX_aT8/s640/redoks.JPG

REAKSI VITAMIN C DAN I2
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjZIBSWHo-fzBA21o_Kw_GqaZQSD1qX0xyJzyYrXCcTRCRs39FHR5RTwwg8NCL8PPUv6FleL8aIcHGyMGmCBkDv5yi3sNTGJkWFE_AYl5GvuOPrYTXo3q_yvm0QICoOlkjVVTSlrE1zc57w/s640/redoks+1.JPG
CONTOH TITRASI REDOKS YANG KE2
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah menentukan konsentrasi kafein dalam sampel teh.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Semula istilah “oksidasi” diterapkan pada reaksi suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah “reduksi” digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Suatu reaksi redoks dapat terjadi apabila suatu pengoksidasian bercampur dengan zat yang dapat tereduksi. Dari percobaan masing-masing dapat ditentukan pereaksi dan hasil reaksi serta koefisiennya masing-masing (Syukri, 1999).
Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi. Reaksi redoks secara umum dapat dituliskan sebagai berikut :
Ared + Boks Aoks + Bred
Jika suatu logam dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion logam lain, ada kemungkinan terjadi reaksi redoks, misalnya:
Ni(s) + Cu2+(l) Ni2+ + Cu(s)
Artinya logam Ni dioksidasi menjadi Ni2+ dan Cu2+ di reduksi menjadi logam Cu.
Demikian pula peristiwa redoks tersebut terjadi pada logam lain seperti besi. Sepotong besi yang tertutup lapisan air yang mengandung oksigen akan mengalami korosi (Arsyad, 2001).
Dalam kehidupan sehari-hari korosi dikenal dengan besi berkarat yaitu terbentuk senyawa Fe2O3xH2O, dalam berbagai industri dibutuhkan cukup besar dana untuk mengatasi kerugian yang disebabkan oleh korosi. Proses korosi pada dasarnya merupakan proses elektrolisis yaitu reaksi antara logam dengan zat lain yang menyentuh permukaan sehingga membentuk oksida logam. Besi bertindak sebagai anoda, permukaan logam dioksidasi dengan reaksi berikut :
Fe Fe2+ + 2e
Dan reaksi yang terjadi pada karbon sebagai katoda yaitu :
½ O2 + H2O + 2e 2OH
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya korosi, salah satunya dengan menutup permukaan logam dengan zat lain agar tidak terjadi kontak langsung dengan lingkungan, seperti memberi cat, mengoleskan minyak atau oli, atau dengan cara melapisi logam dengan dengan logam lain yang lebih mudah teroksidasi, misalnya magnesium (Mg). Elektron yang dibutuhkan oleh oksigen diambil dari magnesium bukan dari logam yang dilindungi. Suatu proses reduksi dan oksidasi yang berlangsung secara spontan merupakan pengertian lain dari redoks. Dalam artian, selama berlangsungnya oksidasi, oksidatornya sendiri akan tereduksi pula. Begitu pula juga sebaliknya. Dengan demikian suatu proses oksidasi selalu disertai dengan proses reduksi dan sebaliknya. Redoks kadang-kadang juga sebagai perubahan kimia yang didalamnya terdapat peralihan elektron dari suatu proses atom atau molekul atau ion lain. Dalam proses-proses elektrokimia dalam sel-sel oksidasi (pada anoda) dan reduksi (pada katoda) juga terjadi. Sistem ini pun acap kali dikenal sebagai sistem redoks (Vogel, 1985).
Kafein merupakan alkaloid dengan penamaan kimia 1, 3,7-trimetil xanthina. Dalam aktivitasnya secara faal, kafein berfungsi sebagai stimulat/perangsang. Kadar kafein dalam daun teh labih besar daripada di dalam biji kopi. Kadar kafein di dalam teh adalah sebesar 2-4%, sedangkan di dalam biji kopi hanya mencapai 0,5% (Vogel, 1985).
Kafein terdapat pada teh, kopi, kola, mente dan coklat. Selain itu kafein juga dapat diperoleh dari sintesa kimia. Kadar kafein dalam teh lebih besar dari pada di dalam kopi. Kadar kafein di dalam teh 2-4%, sedangkan di dalam kopi hanya 0,5%. Kafein dapat bereaksi dengan iodium secara adisi, sehingga kadar kafein dapat diukur dengan larutan Iodium. Untuk reaksi adisi dengan kafein digunakan iodium berlebih, kelebihan iodium di analisa dengan titrasi redoks, yaitu penetapan kadar zat berdasarkan atas reaksi reduksi dan oksidasi (Syukri, 1999).
Iodium merupakan oksidator, sehingga untuk titrasi dibutuhkan reduktor untuk terjadinya reaksi redoks, misalnya Natrium Thiosulfat (Na2S2O3)
I2 + 2e 2I
2S2O32- S4O62- + 2e
I2 + 2S2O32- 2I+ S4O62-
Untuk mengetahui kadar kafein, maka terlebih dahulu teh diekstraksi dengan alkohol. Kemudian larutan yang mengandung kafein ini ditambahkan larutan iodium yang telah diketahui volume dan konsentrasinya. Kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi di titrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3), sehingga iodium yang teradisi oleh kafein dapat dihitung.
Rumus bangun 1,1,7-trimetil-xanthena
N

N

N

O

N

O


Kristal natrium thiosulfat dengan rumus kimianya Na2S2O3.5H2O, meskipun garam natrium thiosulfat mudah dperoleh dalam keadaan murni, tetapi oleh karena kandungan air krisatalnya tidak dapat diketahui dengan tepat sehingga larutannya tidak dapat digunakan sebagai larutan standar primer, artinya untuk menjadi larutan standar, larutan natrium thiosulfat harus distandarisasikan dahulu menggunakan larutan standar lain (primer) seperti K2Cr2O7, KIO3, Cu dan lain-lain. Penggunaan pelarut air yang tentunya masih mengandung CO2 yang dapat bebas, meskipun penguraiannya sangat lambat. Disamping hal tersebut, terjadinya penguraian juga disebabkan karena keaktifan bakteri Thiobacillus Thioparus (Arsyad, 2001).
Kalium dikromat merupakan pereaksi oksidasi yang cukup kuat, potensial standar dari reaksi :
Cr2O7 + 14 H+ + 6 e- 2Cr2- + 7 H2O
Akan tetapi ia tak sekuat permanganat atau ion Serium (IV). Keuntungannya adalah tidak mahal, sangat labil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk pembuatan larutan standar dengan menimbang langsung. Sering digunakan sebagai larutan standar primer untuk larutan natrium thiosulfat (Irfan, 1986).
Titrasi redoks merupakan analisis titrimetri yang didasarkan pada reaksi redoks. Pada titrasi redoks, sampel yang dianalisis dititrasi dengan suatu indikator yang bersifat sebagai reduktor atau oksidator, tergantung sifat dari analit sampel dan reaksi yang diharapkan terjadi dalam analisis. Titik ekuivalen pada titrasi redoks tercapai saat jumlah ekuivalen dari oksidator telah setara dengan jumlah ekuivalen dari reduktor. Bebrapa contoh dari titrasi redoks antara lain adalah titrasi permanganometri dan titrasi iodometri/iodimetri. Titrasi iodometri menggunakan larutan iodium (I2) yang merupakan suatu oksidator sebagai larutan standar. Larutan iodium dengan konsentrasi tertentu dan jumlah berlebih ditambahkan ke dalam sampel, sehingga terjadi reaksi antara sampel dengan iodium. Selanjutnya sisa iodium yang berlebih dihiung dengan cara mentitrasinya dengan larutan standar yang berfungsi sebagai reduktor (Karyadi, 1994).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah labu takar 100 mL, erlenmeyer, timbangan, gelas beker, kertas saring, corong, batang pengaduk, dan buret..
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah K2Cr2O7, HCl pekat, larutan Kl 1 N, larutan amilum, larutan Na2S2O3 0,1 N, teh sepeda balap, akuades, alkohol, H2SO4 10%, larutan iodium 0,1 N, dan indikator kanji.
IV. PROSEDUR PERCOBAAN
A. Standarisasi Larutan Natrium Tiosulfat
1. Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar 100 mL, kemudian encerkan sampai batas.
2. Dipindahkan seluruh larutan dalam Erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat.
3. Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, dikocok hingga homogen.
4. Ditambahkan larutan amilum, kemudian larutan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga warna larutan berubah menjadi hijau.
B. Analisis Kadar Kafein dalam Teh
· Preparasi Sampel Teh
1. Ditimbang 25 gram teh kering, dimasukkan dalam gelas beker.
2. Ditambahkan 100 mL akuades, kemudian didihkan larutan sampai 30 menit sambil diaduk sesekali. Angkat, lalu disaring.
3. Diuapkan filtrat yang diperoleh hingga volumenya berkurang menjadi sekitar 20 mL, diangkat dan didinginkan filtrat.
· Analisis Kadar Kafein dalam Teh
1. Dimasukkan filtrat teh hasil preparasi dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen.
2. Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan 20 mL larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas, kemudian kocok larutan sampai homogen.
3. Diambil 20 mL larutan, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji.
4. Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang. Titrasi dilakuakn sebanyak 3 kali pengulangan.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
a. standarisasi larutan natrium tiosulfat
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Dimasukkan 25 mL larutan K2Cr2O7 dalam labu takar, diemcerkan sampai tanda batas
V K2Cr2O7 mula-mula = 25 mL
V K2Cr2O7 stlh diencerkan = 100 mL
Seluruh larutan dipindahkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 6 mL HCl pekat
_
Ditambahkan 30 mL larutan KI 1 N, kocok hingga homegen, dititrasi
Larutan berwarna coklat tua
Ditambahkan larutan amilum, titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N yang ingin distandarisasi hingga larutan berwarna hijau
V = 39,45 ml
b. analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap
· preparasi sampel teh
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Ditimbang teh kering
Dimasukkan dalam gelas beker
m = 2,5 gram
Ditambahkan akuades 100 mL, didihkan selama 30 menit. Diangkat lalu disaring
_
Filtrat diuapkan hingga volumenya berkurang menjadi 20 mL, diangkat lalu dinginkan.
_
· analisis kadar kafein dalam teh
Langkah Percobaan
Hasil Pengamatan
Filtrat teh hasil preparasi dimasukkan dalam labu takar 100 mL, ditambahkan 25 mL alkohol, dikocok sekitar 5 menit sampai homogen
_
Ditambahkan 5 mL H2SO4 10% dan larutan iodium 0,1 N ke dalam labu takar, diencerkan sampai batas kemudian kocok samapai homogen
_
20 mL larutan diambil, dimasukkan dalam erlenmeyer, ditambahkan indikator kanji
_
Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga warna biru hilang
Vrata-rata campuran = 20 mL
Vrata-rata Na2S2O7 = 4,95 mL
2. Perhitungan
a. standarisasi larutan Na2S2O3
Diketahui : Konsentrasi Cr2O7 = N label x Volume sebelumpengenceran
Volume sesudah pengenceran
= 0,1 N x 25 ml/ 100 ml = 0,025 N
Volume Cr2O7 sebelum pengenceran = 25 ml
Volume Cr2O7 sesudah pengenceran = 100 ml
Volume S2O3 = 39,45 ml
Ditanya : Konsentrasi S2O32- (N) = …..
Jawab : (i) Cr2O72- + 6I + 14H+ 2 Cr3+ + 7H2O + 3I2
Pada titik ekivalen, grek Cr2O72- = grek I2
(ii) I2 + 2S2O32- 2I+ S4O62-
Pada titik ekivalen, grek S2O32- = grek I2
I2 yang bereaksi pada reaksi (ii) = I2 yang dihasilkan pada reaksi (i) sehingga grek S2O32- = grek Cr2O72-
(N.V) x S2O32- = (N.V) x Cr2O72-
N S2O32- = (N.V) x Cr2O72-
V S2O32-
N S2O32- = 0,025 N x 100 ml
39,45 ml
= 0,063 N
b. Analisis kadar kafein dalam teh sepeda balap
Diketahui : Konsentrasi S2O32- = 0,063 N
Volume S2O32- = 4,95 ml
Konsentrasi I2 = 0,1 N
Volume I2 = 20 ml
Mr Kafein = 194 mgram/mmol
V awal = 20 ml
V pengenceran = 100 ml
Ditanya : Kadar Kafein = …..
Jawab : (i) kafein + I2 = senyawa reaksi hasil adisi
(ii) 2Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
grek kafein + grek Na2S2O3 = grek I2
grek kafein = grek I2 – grek Na2S2O3
massa kafein = (grek kafein/ 2 ) x Mr kafein x faktor pengenceran
= (N . V ) I2 – ( N . V ) S2O32- x Mr x V sesudah
2 V sebelum
= (0,1 N x 20 ml) – (0,063 N x 4, 95 ml) x 194 x 100/20
= 1637,51 mgram
= 1, 637 gram.
Kadar kafein = massa kafein x 100%
massa mula-mula
= 1,637 x 100% = 65,48%
2,5
B. Pembahasan
Pada standarisasi natrium thiosulfat, yang dilakukan adalah mengencerkan 25 ml larutan K2Cr2O7, 6 ml HCl dan 30 ml KI serta iodium yang dibebaskan melalui titrasi dengan natrium thiosulfat dengan menggunakan indikator amilum. Penggunaan larutan standar yang mengandung kalium iodida dan kalium iodat karena larutan ini sangat stabil dan menghasilkan iod bila diolah dengan asam
IO3 + 5I 3I2 + 3H2O
Untuk volume titrasi yang dihasilkan pada proses standarisasi ini yaitu berubahnya warna dari coklat tua menjadi kuning muda, dan setelah ditambahkan amilum dan kemudian dititrasi kembali maka perubahan warna yang terjadi adalah dari biru tua menjadi hijau. Standarisasi thiosulfat ini dilakukan agar larutan natrium thiosulfat menjadi larutan standar primer dan hal ini juga diperlukan agar kita dapat mengetahui konsentrasi larutan natrium thiosulfat tersebut yaitu sebesar 0,063 N.
Pada analisa kadar kafein dalam teh, alkohol yang digunakan dalam percobaan berguna untuk memisahkan senyawa organik dengan zat organik yang terkandung dalam teh, karena dalam teh tidak hanya mengandung teh tetapi juga mengandung zat-zat lain seperti minyak oli yang merupakan pewangi teh. Penambahan asam sulfat membuat reaksi berada dalam suasana agar reaksi yang terjadi, karena kepekatan lebih besar dalam larutan asam daripada dalam larutan netral dan lebih basa dengan adanya ion iodium yang ditambah dan kelebihan iodium setelah terjadi reaksi adisi.
Penggunaan natrium thiosulfat sebagai larutan yang akan terurai dalam larutan belerang sebagai endapan. Akan tetapi reaksinya berlangsung lambat dan tidak terjadi apabila thiosulfat dititrasi dengan larutan berasam. Pada iodium jika larutannya tidak diaduk maka reaksi antara iodium dengan thiosulfat jauh lebih cepat dari pada penguraian. Iodium mengoksidasi thiosulfat menjadi ion tetraionat reaksinya
I2 + 2S2O32- 2I + S4O62-
Pada titrasi digunakan indikator kanji yang berbentuk ion komplek berwarna biru yang berasal dari amilum, reaksi yang menunjukkan adalah sebagai berikut:
I2 + amilum I2amilum.
Setelah dilakukan titrasi maka reaksi yang terjadi adalah:
I2 + 2S2O32- 2I + S4O62-
Penggunaan indikator kanji atau amilum ini dalam proses titrasi natrium thiosulfat dan teh karena natrium thiosulfat lebih kuat pereaksinya dibandingkan dengan amilum sehingga amilum atau larutan kanji tersebut dapat didesak keluar dari proses reaksi tersebut. Jadi hal ini menyebabkan warna berubah kembali seperti semula setelah dilakukannya titrasi dengan natrium thiosulfat. Dari perhitungan diperoleh massa kafein sebesar 1,637 gram, sehingga konsentrasi kafein pada proses titrasi dengan menggunakan sampel teh sepeda balap adalah 65,48%.
VI. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Normalitas larutan standar S2O32- sebesar 0,063 N.
2. Massa kafein yang terkandung dalam teh sepeda balap adalah sebesar 1,637 gr.
3. Kadar kafein pada teh sepeda balap sebesar 65,48%.
4. Standarisasi digunakan untuk mengetahui konsentrasi atau normalitas dari suatu larutan.
.    Penggunaan Titrasi Redoks
Analisa dengan cara titrasi redoks telah banyak dimanfaatkan, seperti dalam analisis vitamin C (asam askorbat). Dalam analisis ini teknik iodimetri dipergunakan. Pertama-tama, sampel ditimbang seberat 400 mg kemudian dilarutkan kedalam air yang sudah terbebas dari gas carbondioksida (CO2), selanjutnya larutan ini diasamkan dengan penambahan asam sulfat encer sebanyak 10 mL. Titrasi dengan iodine, untuk mengetahui titik akhir titrasi gunakan larutan kanji atau amilosa.
Penetapan besi dalam biji besi, biji besi terdiri atas Fe2O3 (hematite), Fe3O4 (magnetit), FeS2 (pirit), FeCO3 (siderat), Fe2O3.nH2O (limonet), dan Fe3O4.nH2O (goethite).
Penetapan klor dalam kaporit/kapur klor atau klorox,
Klorox : Larutan NaClO
Kaporit : Ca          OCl
                                OCl + Ca(OH)2 + CaCl2
Kapur : Ca            OCl
OCl + Ca(OH)2 + CaCl2












PROSEDUR PERCOBAAN MENGGUNKAN METODE ANALISIS TITRIMETRI ( METODE PENETRALAN) DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI.
titrasi penetralan dan aplikasinya
Prinsip titrasi asidi – alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan tepat.

JUDUL          : Titrasi Penetralan dan Aplikasi Titrasi Penetralan



http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcTj3bvo1mbMQtTcz0fdiBi4aX4a3vSrEYEELnYGJCiRzShsPkSlNg





TUJUAN       :


1. Membuat dan menentukan standarisasi larutan NaOH dengan H2C2O4   
2. Menentukan kadar CH3COOH dalam cuka pasar


DASAR TEORI
 Asidi alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton ( asam ) dengan penerima proton ( basa ).
H+ +  OH-
  H2O
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan asam, sebaliknya alakalimetri adalah penetapan kadar-kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan basa. Untuk menetapkan titik akhir proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W.Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu kebentuk yang lainnya pada konsentrasi H+ tertentu dan pH tertentu. Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting ialah perubahan pH pada saat dan disekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.
Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekuivalen reaksi. Titik ekuivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat bereaksi habis dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekuivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekuivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut titrasi asidi-alkalimetri.
Asidi dan alkalimetri ini melibatkan titrasi basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah ( basa bebas ) dengan suatu asam standar ( asidimetri ), dan titrasi asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah ( asam bebas ) dengan suatu basa standar ( alkalimetri ). Bersenyawanya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air merupakan akibat reaksi – reaksi tersebut.
 Prinsip Dasar Titrasi
Reaksi penetralan dalam analisis titrimetri lebih dikenal sebagai reaksi asam-basa. Reaksi ini menghasilkan larutan yang pHnya lebih netral. Secara umum metode titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut
aA + tT
Produk
dimana a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T, untuk menghasilkan produk yang sifat pH-nya netral. Dalam reaksi tersebut salah satu larutan ( larutan standar ) konsentrasi dan pH-nya telah diketahui. Saat ekuivalen mol titran sama dengan mol analitnya begitu pula mol ekuivalennya juga berlaku sama, dengan demikian secara stoikiometri dapat ditentukan konsentrasi larutan kedua. Dalam analisis titrimetri, sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan, diantaranya :
-     Reaksi itu sebaiknya diproses sesuai persamaan kimiawi tertentu dan tidak adanya reaksi sampingan
-     Reaksi itu sebaiknya diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekuivalensi. Dengan kata lain, konstanta kesetimbangan dari reaksi tersebut haruslah amat besar. Oleh karena itu, dapat terjadi perubahan yang besar dalam konsentrasi titran pada titik ekivalensi.
-     Diharapkan tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalensi tercapai
-     Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan hanya beberapa menit

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam-basa maka disebut titrasi asam-basa, titrasi redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi-oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatkan pembekuan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi perubahan warna indikator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi dihentikan disebut dengan titik akhir titrasidan diharapkan titik akhir sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik akhir ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator menjadi sangant penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 ( netral ).
Adapun syarat zat yang bisa dijadikan standar primer :
  1. Zat harus 100 % murni
  2. Zat tersebut harus stabil baik pada suhu kamar ataupun pada waktu dilakukan pemanasan, standar primer biasanya dikeringkan terlebih dahulu sebelum ditimbang
  3. Mudah diperoleh
  4. Biasanya zat standar primer memiliki massa molar ( Mr ) yang besar, hal ini untuk memperkecil kesalahan pada waktu proses penimbangan. Menimbang zat dalam jumlah besar memiliki kesalahan relatif yang lebih kecil dibanding dengan menimbang zat dalam jumlah yang kecil
  5. Zat tersebut juga harus memenuhi persyaratan teknik titrasi
Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi. Titik dimana reaksi itu tepat lengkap, disebut titik ekivalen (setara) atau titik akhir titrasi. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran. Lengkapnya titrasi, harus terdeteksi oleh suatu perubahan.
 Prinsip Titrasi Asam Basa
Titrasi asam-basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen ( secara stoikiometri, titran dan titer habis bereaksi ). Keadaan ini disebut titik ekivalen. Adapun cara mengetahui titik ekivalen yaitu :
  1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi, titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekivalen
  2. Memakai indikator asam-basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam-basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Indikator yang digunakan pada titrasi asam-basa adalah asam lemah atau basa lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umunya senyawa organik yang memiliki ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan, dengan demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna seminimal mungkin. Umumnya dua atau tiga tetes larutan indikator diperlukan untuk keperluan titrasi. Dua tetes indikator  adalah sama dengan 0,01 ml larutan titran dengan konsentrasi 0,1 M.
Indikator asam-basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator phenolpthalein (pp) seperti diatas dalam keadaan tidak terionisasi ( dalam larutan asam ) tidak akan berwarna dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi (dalam larutan basa).
Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda-beda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena anionya.
Metil jingga adalah garam Na dari suatu asam sulphonic dimana didalam suatu larutan banyak terionisasi, dan dalam lingkungan alkali anionnya memberikan warna kuning, sedangkan dalam suasana asam metil jingga bersifat sebagai basa lemah dan mengambil ion H+, terjadi suatu perubahan struktur dan memberikan warna merah dari ion-ionnya.
Mengingat kembali bahwa perhitungan kualitas zat dalam titrasi didasarkan pada jumlah zat pereaksi yang tepat saling menghabiskan dengan zat tersebut. Sehingga berlaku :
 jumlah ekivalen analat = jumlah ekivalen pereaksi atau
( V x N ) analat = (V x N ) pereaksi
Maka jumlah pereaksi harus diketahui dengan teliti sekali, sebagai berat gram ataupun sebagai larutan dengan konsentrasi dan volume. Larutan yang diketahui dengan tepat konsentrasinya dan dipakai sebagai pereaksi diusebut larutan standar/larutan baku, seperti dijelaskan diatas.
Telah dikemukakan, bahwa larutan NaOH dipakai untuk titrasi asam, tetapi NaOH tidak dapat diperoleh dalam keadaan sangat murni. Oleh karena itu, konsentrasi tepatnya tidak dapat dihitung dari beratnya NaOH yang ditimbang dan volume larutan yang dibuat walaupun kedua-duanya dilakukan secara cermat. Larutan NaOH ini harus distandarisasi atau dibakukan terlebih dahulu yakni ditentukan konsentrasinya yang setepatnya atau sebenarnya. Cara ini mudah untuk standarisasi atau pembakuan ialah dengan cara titrasi, misalnya larutan NaOH itu dipakai sebagai titran untuk menitrasi suatu larutan standart




ALAT DAN BAHAN


 Alat – alat
-     Erlenmeyer 250 ml
-     Buret
-     Pipet volume 10 ml
-     Labu ukur 100 ml
-     gelas kimia
-     corong

 Bahan – bahan
-     Asam Cuka pasar 25 %
-     NaOH 0,1 N
-     Indikator pp
-     aquades
-     Tissue
-      asam oksalat









HASIL PENGAMATAN 
No
Skala biuret
Volume NaOH
Konsentrasi NaOH
Nama titrator
Awal
akhir
1
33,7
41,9
8,2 ml
6,667 x10-2 mol
Candra adjiatma putra
2
33,8
42,1
8,3 ml
6,667 x10-2 mol
Andy pudji kusuma
3
0
8,2
8,2 ml
6,667 x10-2 mol
Candra adjiatma putra

No
Skala biuret
Volume NaOH
Konsentrasi NaOH
Nama titrator
Awal
akhir
1
0
39,6
39,6 ml
6,667 x10-2 mol
Muhimatus  S.
2
0
38,9
38,9 ml
6,667 x10-2 mol
Andy pudji kusuma
3
0
39,3
39,3 ml
6,667 x10-2 mol
Muhimatus S.


 PEMBAHASAN
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion – hydrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa – senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa – senyawa yang bersifat asam dengan baku basa. Titrasi asam-basa biasa digunakan dalam percobaan asidi-alkalimetri dimana penentuan dilakukan dengan jalan pengukuran volume larutan yang diketahui konsentrasinya. Larutan yang diketahui konsentrasinya disebut larutan baku atau larutan sekunder. Larutan standar dibagi menjadi dua yaitu : Larutan standar primer dan larutan standar sekunder.
Larutan standar primer adalah larutan dimana kadarnya dapat diketahui secara langsung dari hasil penimbangannya.Adapun syarat-syarat larutan standar primer ialah :
  1. Mempunyai kemurnian yang tinggi ( 100 % )
  2. Mempunyai rumus molekul yang pasti
  3. Tidak mengalami perubahan selama penimbangan
  4. Mempunyai berat ekivalen tinggi sehingga kesalahan penimbangan dapat diabaikan
Beberapa contoh dari larutan standar primer antara lain Na2CO3, asam oksalat, asam benzoat dll.
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan cara pembakuan. Adapun syarat – syarat larutan standar sekunder :
  1. Derajat kemurniannya lebih rendah dari larutan primer
  2. Berat ekivalennya tinggi
  3. Larutan relatif stabil didalam penyimpanan
Beberapa contoh dari larutan standar sekunder antara lain NaOH, CH3COOH, HCl dll.
Prinsip titrasi asidi – alkalimetri adalah penetapan kadar secara kuantitatif terhadap suatu senyawa dengan cara mereaksikannya dengan tepat. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang konsentrasinya sudah diketahui. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat didalam proses titrasi. Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran, titran ditambahkan sedikit demi sedikit ( dari dalam buret ) pada titrat ( larutan yang dititrasi ) sampai terjadi perubahan warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Prinsip dasar titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan, kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
Saat terjadi perubahan warna dan titrasi dihentikan, maka proses ini disebut titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen, yaitu titik dimana reaksi itu tepat lengkap.
Hasil percobaan asidi-alkalimetri kali ini, menghasilkan warna merah lembayung pada larutan CH3COOH yang telah ditetesi indikator pp dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang pada awalnya berwarna bening/jernih. Dan didapatkan jumlah NaOH yang dipakai untuk proses titrasi 10 ml CH3COOH adalah sebanyak 3,45 ml. Adapun fungsi dari penambahan indikator penolphtalein ialah untuk mengetahui apakah larutan yang diuji bersifat asam ataupun basa dan titik akhir titrasi, karena indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentyuk satu kebentuk yang lain pada konsentrasi H+ tertentu dan pada pH tertentu. Pada percobaan dilakukan duplo atau proses titrasi tersebut dilakukan 2 kali yang bertujuan agar diketahui hasil titrasi yang dilakukan relatif dekat dengan hasil pengukuran volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekivalennya.
Pada percobaan ada beberapa faktor-faktor kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain ialah :
  1. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi
  2. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan NaOH, seperti pada saat penimbangan
  3. Terjadi perubahan skala buret yang tidak konstan
  4. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator
  5. Terlalu banyak meneteskan indikator pp


PROSEDUR PERCOBAAN MENGGUNKAN METODE ANALISIS TITRIMETRI ( METODE PEMBENTUKAN SENYAWA KOMLEKS) DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI.
PERCOBAAN VI

Judul                           :   TITRASI KOMPLEKSOMETRI
Tujuan                        :    Menentukan kadar zat dengan cara titrimetri melalui pembentukan senyawa kompleks
Hari/ Tanggal          :   Sabtu/ 13 Desember 2008
Tempat                      :   Laboratorium Kimia FKIP UNLAM Banjarmasin
 

                              
I.               DASAR TEORI
Titrasi kompleksometri adalah cara titrimetri yang di dasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Atas dasar ini, sejumlah cara titrasi untuk menentukan kadar ion-on logam dalam cuplikan telah dikembangkan. Titrasi kompleksometri  merupakan pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan yang tinggi. Zat pengompleks (pereaksi) yang sering digunakan adalah ligan bergigi banyak yaitu asam etilendiamintetraasetat (EDTA).
Salah satu penggunaan titrasi kompleksometri adalah digunakan untuk penentuan kesadahan air dimana disebabkan oleh adanya ion Ca2+ dan Mg2+. Titrasi ini dapat di ukur langsung dengan EDTA pada pH 10 yang menggunakan indikator EBT, titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi biru.
Reaksi kesetimbangan pembentuk kompleks banyak digunakan dalam titrimetri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Karena itu cara ini sering disebut titrasi kompleksometri. Atas dasar ini, sejumlah cara titrasi untuk menentukan kadar ion-ion logam dalam cuplikan telah dikembangkan oleh para ahli.
Reaksi-reaksi kesetimbangan pembentukan kompleks banyak digunakan dalam titrimeri. Cara titrimetri ini didasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Karena itu cara ini sering disebut titrasi kompleksometri.
   Titrasi kompleksometri adalah cara titrimetri yang didasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan dapat larut dalam air. Atas dasar ini, sejumlah cara titrasi untuk menentukan kadar-kadar ion logam dalam cuplikan telah dikembangkan. Titrasi kompleksometri merupakan pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks yang demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Zat pengompleks (pereaksi) yang sering digunakan adalah ligan bergigi banyak, yaitu asam etilen diamin tetra asetat atau EDTA dengan rumus sebagai berikut :

             HOOC  -  CH2                                                  CH2   -  COOH

                                               N – CH2 – CH2 - N    

HOOC  -  CH2                                               CH2    -  COOH

Dari strukturnya, bahwa molekul tersebut (EDTA) mengandung baik donor elektron dari atom oksigen maupun donor dari atom nitrogen sehingga dapat menghasilkan khelat bercincin sampai dengan enam secara serentak. EDTA mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, tapi karena adanya dengan jumlah yang tidak tertentu, sebaiknya distandarisasi dulu.
EDTA berpotensi sebagai ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan sebuah ion logam melalui gugus dua nitrogen dan empat karboksilnya. Dalam kasus lainnya, EDTA dapat bertindak sebagai ligan kuinkedendat atau kuadridentat dengan satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi kuat dengan logam. Untuk mudahnya, bentuk asam bebas dari EDTA sering disingkat H4y.
Karena EDTA mengandung enam situs basa-empat karbosilat oksigen dan dua nitrogen. Maka enam spesies asam dapat hadir : H6y2+, H5y+, H4y, H3y-, H2y2-, dan H3y3-. Dua asam pertama adalah asam-asam yang relatif kuat dan biasanya tidak penting dalam perhitungan kesetimbangan. Dari sekian banyak ligan organik, asam-asam Paramino-karboksilat (komplekson) merupakan ligan yang sangat penting dalam pemeriksaan kimia.
Sifat yang sangat penting dan khas dari senyawa-senyawa komplekson adalah kemampuannya membentuk senyawa kompleks kelat bertangan banyak, karena kompleks EDTA sangat mantap, maka jelaslah bahwa di daerah titik kesetaraan kepekatan ion logam akan menurun sangat tajam.
       EDTA adalah asam tetraprotik dengan 4 macam tetapan disosiasi yaitu:
       K1 = 1.10-2                    K3 = 6,9. 10-7
       K2 = 2,1.10-3                     K4 = 7. 10-11
Dari harga tetapan disosiasi tersebut, jelas bahwa hanya 2 proton yang bersifat asam kuat. Pada pH tersebut reaksi pembentukan kompleks dari EDTA dengan ion logam polivalen : Mnn+, dinyatakan sebagai berikut : 
                     Mn2+   +  H2Y2-                           MY(n-4)   +   2H+
Reaksi tersebut bolak balik (reversible) dan ke arah pembentukan kompleks logam disetai dengan pelepasan H+. Bila keasaman larutan tinggi (pH rendah) maka kompleks logam akan terdisosiasi dan kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Bila larutan alkalis (pH tinggi) maka kemungkinan akan terbentuk hidroksida dari logam yang bersangkutan. Untuk menjaga hal ini maka dilakukan penambahan pH tertentu. Makin rendah stabilitas kompleks metal EDTA, maka pada titrasi harus digunakan pH yang tinggi.
Bukti yang menunjukkan bahwa EDTA mempunyai rumus bangun ”zwitter” rangkap yaitu sebagai berikutL:
      -OOC  -  CH2 – H+      H+                        H+      H+ - CH2   -  COOH
                                                        
                                 N – CH2 – CH2 - N    

-OOC  -  CH2                                                     CH2    -  COO-

Senyawa ini biasanya digunakan dalam bentuk garam natriumnya yang sering digunakan juga disebut EDTA atau kadang-kadang Na2EDTA. Pelepasan empat proton dari molekul EDTA  menyebabkan ligan ini mempunyai enam pasang elektron bebas. Untuk mencegah perubahan digunakan larutan buffer pada titrasi kompleksometri ini. Salah satu penggunaan titrasi kompleksometri adalah digunakan untuk penentuan kesadahan air dimana disebabkan oleh adanya ion Ca2+ dan Mg2+. Titrasi ini langsung dengan EDTA pada pH 10 yang menggunakan indikator Erichom Black T(H3In) titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari merah menjadi biru. Pada pH 10, EBT (Hin = berwarna biru) bentuk ini bereaksi dengan Mg membentuk kompleks dengan berwarna merah.
Mg2+   +   Hln2-                  Mgln-   +   H+
Kelat logam terbentuk dengan molekul EBT dengan hilangnya ion-ion hidrogen dari fenolat-gugus OH dan pembentukan ikatan antara ion logam dan atom-atom oksigen. Molekul EBT biasanya dihadirkan dalam bentuk singkatan sebagai asam triprotik, H3In. Spesies asam sulfonat yang terlihat pada gambar sebagai terionisasi, ini adalah sebuah gugus asam kuat yang terurai dalam sebuah larutan berair yang tidak bergantung pH, sehingga struktur yang ditunjukkan adalah H2In.
Komplek terbentuk 1:1 yang stabil berwarna anggur merah, dengan sejumlah kation seperti Mg2+, Ca2+, Zn2+, dan Ni2+. Banyak titrasi EDTA terjadi dalam penyangga pH 8 sampai 10. Suatu rentang dimana bentuk dominan dari EBT adalah bentuk Hin2- baru.
Kompleks yang dibentuk indikator dengan ion logam lebih lemah daripada kompleks antara ion logam dengan EDTA (kompleks Mgln lebih lemah dari MgY2-) dengan demikian kelebihan EDTA akan mengikat Mg dari Mgln membentuk kompleks Mg2+.
                     Mgl-   +  H2Y2-                   MgY2-   +   Hln2-   +   H+
                Merah                          Tak berwarna    Biru


Struktur indikator EBT:


OH
 
 
                                                                     Text Box: OH                                                                 


 
Na+SO3-                                  
NO2
 
                                                                                               



II.             ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1.         Buret 50 mL                                       : 1 buah
2.         Erlenmeyer  250 mL                       : 2 buah
3.         Gelas kimia                                        : 4 buah
4.         Gelas ukur 10 ml                              : 1 buah
5.         Gelas ukur 50 ml                              : 1 buah
6.         Klem dan statif                                 : 1 buah
7.         Penangas air dan hotplate          : 1 buah
8.         Pipet tetes                                         : 1 buah
9.         Corong                                                : 1 buah
10.     Labu ukur                                           : 1 buah

Bahan yang digunakan :
1.         Cuplikan air selokan
2.         Cuplikan air lab
3.         EBT 20 %
4.         EDTA 0,1 M  
5.         Larutan Buffer pH 10
6.         Akuades
7.         kertas saring 1 lembar
III.           PROSEDUR KERJA
Menentukan Kesadahan Air
1.    Kesadahan Total
a.    Memipet 100 mL cuplikan air ke dalam erlenmeyer.
b.    Menambahkan 5 mL larutan buffer pH 10 dan 2 tetes indikator EBT.
c.     Melakukan titrasi dengan EDTA sampai larutan berubah warna dari merah ke biru.
d.    Menghitung kesadahan total dalam ppm CaCO3.

2.    Kesadahan Tetap
a.    Mengukur 250 mL cuplikan air dan mendidihkan dalam beaker glass 40 ml selama 3 menit tanpa menutup.
b.    Mendinginkan larutan dan menyaring lalu memasukkan ke dalam labu ukur 500 mL.
c.     Tanpa melakukan pencucian kertas saring, mengencerkan larutan dengan aquades sampai tanda batas, mengocok.
d.    Dari larutan terakhir ini, memipet 50 mL dan memasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian menitrasikan terhadap larutaan baku EDTA seperti penetapan kesadahan total.
e.    Menghitung kesadahan tetap dalam ppm CaCO3.

3.    Kesadahan Sementara
Mengurangi kesadahan tetap dari kesadahan total.








IV.           DATA PENGAMATAN
No
Percobaan
Hasil Pengamatan

1)

Menentukan kesadahan air

Kesadahan Total


a.

b.
c.
100 mL air lab + 5 mL larutan buffer pH 10.
Larutan + 2 tetes indikator EBT
Menitrasi dengan EDTA:
-     Penambahan 1 tetes
-     Penambahan 1,4 Ml
Larutan bening

Larutan berwarna merah sirup Berwarna:
- larutan merah memudar
- larutan biru sangat muda
a.

b.
c.
100 mL selokan + 5 mL larutan buffer pH 10.
Larutan + 2 tetes indikator EBT
Menitrasi dengan EDTA :
- penambahan 2 tetes
Larutan kuning keruh.

Larutan ungu tua
Berwarna:
- larutan biru tua.
a.

b.
c
100 mL selokan + 5 mL larutan buffer pH 10.
Larutan + 2 tetes indikator EBT
Menitrasi dengan EDTA :
- penambahan 6 mL
- Larutan kuning

- Larutan orange muda
Berwarna:
- larutan hijau lumut
2)
Kesadahan Tetap

a.

b.
c
50 mL cuplikan air + 5 mL larutan buffer pH 10.
Larutan + 2 tetes indikator EBT
Menitrasi dengan EDTA :
- Larutan bening

- Larutan ungu tua
- Larutan biru setelah penambahan 3 tetes EDTA





V.             ANALISIS DATA
Titrasi kompleksometri adalah cara yang didasarkan pada kemampuan ion-ion logam membentuk senyawa kompleks yang mantap dan larut dalam air. Salah satu contoh penggunaan titrasi kompleksometri adalah penentuan kesadahan air. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Air sadah adalah air yang di dalamnya terlarut garam-garam kalsium dan magnesium. Air sadah tidak baik digunakan untuk mencuci karena ion-ion Ca2+ dan Mg2+ akan berikatan dengan sisa asam karboksilat pada sabun dan membentuk endapan sehingga sabun tidak berbuih. Air sadah terbagi menjadi air sadah sementara dan air sadah tetap.
Pada percobaan kali ini, dilakukan penentuan ion-ion Ca dan Mg dalam air sadah atau dengan kata lain adalah percobaan untuk menentukan kesadahan air. Penentuan ini dilakukan dengan menambahkan larutan buffer pH 10 dan dititrasi langsung menggunakan larutan baku EDTA. Indikator yang digunakan pada titrasi ini adalah Erichom Black T (EBT). Larutan langsung dititrasi dengan EDTA sampai warna merah menjadi berwarna biru.
Struktur EDTA ( sebagai pereaksi ) yaitu :
     O                                                                             O
     II                                                                             II
                  :OC  -  CH2                                                    CH2   -  CO:

                      O                       : N – CH2 – CH2 – N :                        O 
     II                                                                                                                II
   :OC  -  CH2                                                        CH2    -  CO:

Pada penentuan dengan EDTA ini ditambahkan buffer pH 10 dan indikaor EBT. Penambahan buffer pH 10 ini dilakukan agar pH larutan tetap pada pH sekitar 10 pada saat reaksi pembentukan kompleks, karena pada reaksi ini akan dibebaskan ion H+ yang menyebabkan penurunan pH, maka untuk mencegah penurunan pH ini ditambahkan suatu larutan buffer yang dapat mempertahankan pH pada keadaan tertentu.
Rumus indikator EBT adalah sebagai berikut:


 



                  -O3S




1.       Kesadahan  Total
Kesadahan air total adalah kesadahan yang terkandung dalam air baik yang bisa dihilangkan dengan pemanasan ataupun yang tidak bisa dihilangkan dengan pemanasan. 
Pada percobaan yang pertama adalah percobaan untuk menentukan kesadahan total pada air kran (laboratorium). Air kran yang akan diuji sebelum dititrasi dicampur dulu dengan larutan buffer pH 10 untuk mengkondisikan larutan pada keadaan basa, karena ion-ion dari logam Mg dan Ca dapat dan mudah terdeteksi pada kondisi basa. Atau pH sebesar sekitar 10. Penambahan berikutnya adalah penambahan 2 tetes indikator EBT dan menghasilkan larutan yang semula berwarna bening menjadi berwarna merah sirup. Penambahan EBT bertujuan sebagai indikator dalam titrasi, sebab EBT akan membentuk komplek berwarna saat terdapat Mg2+ atau Ca2+ dalam  larutan, saat dititrasi dengan titran EDTA. EDTA stabil, mudah larut dan menunjukkan komposisi kimiawi yang tertentu. Kondisi pada pH 10 lebih disukai karena kemampuan penyangga larutan lebih baik pada pH ini. Lagi pula, ion hidrogen selalu dilepaskan selama berlangsungnya titrasi sehingga akan terjadi perubahan pH. Ion hidrogen yang lepas ini harus diserap agar kesetimbangan reaksi tidak berpindah kearah kiri. Penambahan indikator EBT akan memberikan warna merah muda pada larutan. Warna merah ini disebabkan karena pada pH 10 indikator EBT (HIn-) akan bereaksi dengan logam magnesium dalam air membentuk suatu komplek tersebut adalah sebagai berikut :
Mg2+ (aq) + HIn2- (aq)                                             MgIn- (aq) + H+ (aq)
Larutan MgIn (aq) ini berwarna merah muda. Rumus bangunnya sebagai berikut:

               
  -O3S



Untuk mengatur dan mencegah terjadinya perubahan pH dalam titrasi kompleksometri diperlukan pemakaian sistem penyangga. Dalam beberapa hal penyangga ini mempunyai kerja rangkap, Pertama memelihara agar pH tetap, dan kedua mencegah terbentuknya endapan logam hidroksida.
Kompleks logam yang terbentuk dengan molekul EBT dengan hilangnya  ion-ion hidrogen dari fenolat (gugus OH) dan pembentukan ikatan antara ion-ion logam dan atom-atom okigen.
Larutan yang berwarna merah muda ini kemudian dititrasi dengan larutan baku EDTA hingga warna larutan berubah menjadi berwarna biru muda. Pada penambahan 1 tetes warna merah larutan memudar dan pada penambahan 1,4 mL larutan warnanya menjadi biru sangat muda. Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa titik akhir titrasi telah tercapai. Ini menandakan terdapat ion Mg2+ dalam larutan sampel. Karena kompleks MgIn-  (kompleks Mg dengan EBT) lebih lemah daripada kompleks MgY2- (komplek Mg dalam EDTA) sehingga kelebihan EDTA akan merebut Mg dari MgIn untuk menjadi Mg2+ yang selanjutnya membentuk kompleks dengan EDTA yaitu kompleks MgY2-. Sedangkan EBT (HIn) akan kembali terbentuk seperti semula yaitu HIn2- yang berwarna biru, sehingga menyebabkan pada titik akhir titrasi ini larutan menjadi berwarna biru.  Persamaannya adalah sebagai berikut: 
 MgIn2- (aq) + H2Y2- (aq)                  MgY2- (aq) + HIn2- (aq) + 2H+ (aq)
MgY2- (aq) : tidak berwarna
 HIn2- (aq)  : berwarna biru
Dari volume EDTA tersebut didapatkan bahwa volume EDTA yang diperlukan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 1,4 mL dan dapat dihitung kesadahan total air kran Laboratorium adalah 5,21x10-5 ppm. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kadar/tingkat kesadahan pada air kran tergolong kecil.
Percobaan selanjutnya yaitu pada 100 mL air selokan yang ditambahkan 5 ml larutan buffer pH 10 dan 2 tetes indikator EBT menghasilkan larutan ungu tua. Ketika dititrasi dengan EDTA dihasilkan larutan biru tua pada penambahan 2 tetes EDTA 0,1 M. Warna yang dihasilkan ini tidak sesuai karena ada kekurangtelitian praktikan yaitu karena mungkin pada saat meneteskan indikator EBT,tetesan yang keluar dari pipet kebesaran. Maka kemudian dilakukan percobaan lagi, dan kemudian didapat volum EDTA sebanyak 16 mL pada titik akhir titrasi, dimana perubahan warna yang terjadi adalah hijau lumut. Ini memungkinkan terdapat ion logam lain pada larutan selain Ca2+ dan Mg2+.

2.   Kesadahan Tetap
Air sadah tetap mengandung garam-garam CaSO4, MgSO4, CaCl2, dan MgCl2. Kesadahan tetap pada air tidak dapat dihilangkan hanya dengan cara pemanasan, tetapi harus direaksikan dengan soda, Na2SO3 atau kapur, Ca(OH)2 sebagai ion Ca2+ dan Mg2+ akan mengendap.
Pada percobaan yang kedua ini, dilakukan titrasi untuk menentukan kesadahan tetap pada air kran di laboratorium. Namun, pada penentuan kesadahan tetap diperlakukan agak sedikit berbeda. Sebelum air dititrasi, air dipanaskan terlebih dahulu sampai mendidih untuk membunuh kuman-kuman. Pemanasan ini dilakuan untuk menghilangkan kesadahan sementara, karena kesadahan sementara berupa ion-ion yang dapat dihilangkan dengan pemanasan. Kemudian air didinginkan agar partikel-partikel dalam air menyatu (bergabung). Sehingga pada saat dilakukan penyaringan dimungkinkan partikel-partikel dalam air dapat dipisahkan. Penyaringan dilakukan pada saat air menjadi dingin, tidak pada saat air masih panas karena dimungkinkan partikel-partikel padat yang tersisa pada air tersebut akan ikut tersaring dan tidak masuk kembali bercampur ke dalam air. Jadi penyaringan ini untuk menghilangkan partikel padat.
Setelah disaring, air langsung diencerkan sebelum dilakukan titrasi. Pengenceran ini untuk meningkatkan kelarutan. 50 ml cuplikan ditambahkan dengan larutan buffer dan indikator EBT. Selanjutnya dititrasi dengan EDTA.
Pada penambahan 0,15 mL EDTA, larutan sudah mengalami perubahan warna dari ungu tua menjadi biru . Dari volume larutan EDTA yang diperlukan, dapat dicari besar kesadahan tetap pada air kran laboratorium kimia tersebut adalah 5,58x10-6 ppm. Dari jumlah/kadar ppm kesadahan tetap pada air kran laboratorium tersebut tergolong kecil (sangat kecil). Nilai kesadahan tetap ini kecil karena ion-ion yang menjadi kesadahan sementara sudah menguap ketika dipanaskan.
                                                                   
3.       Kesadahan Sementara
Air sadah sementara adalah air yang kesadahannya dapat hilang dengan pemanasan. Air sadah sementara mengandung garam Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2. Pada pemanasan, garam-garam ini terurai menbentuk CaCO3 dan MgCO3 yang sukar larut. Kesadahan sementara dapat dihilangkan dengan cara mendidihkan atau menambahkan kapur. Dalam keadaan panas, garam-garam Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 terurai menjadi ion-ion Ca2+ dan Mg2+ mengendap sebagai CaCO3 dan MgCO3.
Kesadahan sementara dapat diperoleh dari kesadahan total dikurangi kesadahan tetap pada percobaan sebelumnya (percobaan I dan II). Dari hasil pengurangan tersebut diperoleh kesadahan sementara dari air kran Laboratorium tersebut adalah sebesar 4,64176 x 10-5 ppm. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat kesadahan dari air kran di Laboratorium  tergolong kecil (sangat kecil)










VI.           KESIMPULAN
1.         Kesadahan total dari air kran yang ada di laboratorium adalah sebesar 5,2 x 105 ppm.
2.         Kesadahan tetap dalam sampel air kran yang ada di laboratorium adalah sebesar 5,5824 x 10-6 ppm.
3.         Kesadahan sementara dalam sampel air kran yang ada di laboratorium adalah sebesar 4,64176 x 10-5 ppm.
4.         Pada percobaan ini digunakan titrasi kompleksometri tipe titrasi langsung, yaitu zat uji yang mengandung ion logam di dapat dari pH tertentu, langsung dititrasi dengan larutan baku EDTA dan menggunakan indikator metal yang ditandai dengan perubahan warna larutan dari merah menjadi berwana biru sebagai tanda bahwa larutan telah mencapai titik titrasi,
Reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut
MgIn- (aq) + H2Y2- (aq)                        MgY2- (aq) + HIn2- (aq) + H+ (aq)
  Merah                                      Tak berwarna     Biru


VII.         DAFTAR PUSTAKA
Day & Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Rivai, Harrizul. 1994. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Sholahuddin, Arif, Bambang Suharto dan Abdul Hamid. 2007. Panduan Praktikum Kimia Analisis. Banjarmasin: FKIP UNLAM.
Tim Penyusun. 2004. PR Kimia 3B. Klaten: Intan Pariwara.


PROSEDUR PERCOBAAN MENGGUNKAN METODE ANALISIS TITRIMETRI ( METODE PENGENDAPAN) DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar